Selasa, 17 Juni 2025

Fiqih Qurban (6): Pembagian Daging Qurban

Fiqih Qurban (6): Pembagian Daging Qurban

Oleh Edi Saputra, S.Pd.I

Hewan yang telah diqurbankan, pembagiaannya sangat diharapkan sesuai dengan tuntunan syarak. Apalagi bila ada qurban sunat maupun qurban wajib. Panitia harus memisahkan antara qurban sunat dan wajib sehingga prosesi pembagian berjalan lancar sesuai yang diharapkan. 

Apabila seekor hewan qurban telah selesai dipotong, maka daging kurban wajib disedekahkan dalam keadaan mentah dan boleh mudhahhi memakan sebagiannya, kecuali jika hewan kurban itu merupakan qurban yang dinadzarkan, semuanya harus disedekahkan. 

Hal ini diungkapkan dalam kitab Zubad karya Ibnu Ruslan yang berbunyi:Wajib (dalam kurban sunnah) menyedekahkan sebagian dagingnya walaupun sedikit dan makanlah dari kurban sunnah bukan kurban nadzar. (Syekh Ibnu Ruslan, Matan Zubad: 1: 136). Tentang pembagian qurban sunat, Imam Syafii ada dua pendapat, menurut fatwa beliau di Bagdad yang lebih dikenal dengan qaul qadim yakni seorang boleh makan separuh (nisfu), dan senisfu lagi diberikan untuk fakir miskin, beliau beralasan berdasarkan surat Al-Hajj: 28: Makanlah daging kurban dan berikanlah sebagian pada orang fakir.(QS. Al Haj:28. 

Sedangkan pendapat Imam Syafii di Mesir yang populer dengan qaul jadidnya berpendapat bahwa hewan qurban itu sepertiga dimakan, sepertiga dihadiahkan, sepertiga disedekahkan. Argument ini berdasarkan surat Al-Hajj:36: “Makanlah sebagian dari daging kurban, dan berikanlah sebagian pada orang fakir yang tidak minta-minta, dan orang fakir yang minta-minta.(QS. Al Hajj:36). (Tuhfatul Muhtaj: 9: 422, Nihayah Muhtaj: 8:140)

 Mayoritas ulama' bermadzhab Syafi' berpendapat boleh makan sebagian tidak boleh keseluruhan dengan dasar huruf min dari lafadz minha maknanya tab'idliyah (sebagian). Pertimbangan lain qurban belum dianggap berhasil kalau hanya menyembelih binatang qurban tanpa membagikan pada orang yang berhak menerima.

 Bahkan dalam kitab Kifayatul Akhyar disebutkan ijtihad para fuqaha tentang pembagian daging qurban ini setidaknya ada tiga pendapat: pertama boleh disedekahkan seluruhnya kecuali sekedar untuk lauk-pauk. Kedua, boleh dimakan sendiri separuh dan disedekahkan separuh (setengah). Ketiga, sepertiga (tsulus) dimakan sendiri, tsulus dihadiahkan dan sepertiga terakhir lagi disedekahkan (Kifayatul Ahyar: 2 241). 

Dalam proses mendistribusikan daging qurban ke daerah lain atau disalurkan kepada masyarakat yang sedang tertimpa bencana dalam hal ini juga terjadi dua perbedaan pendapat yang ditakhrijkan masalah naqal/pemindahan zakat. Sebagaimana disebutkan dalam Kifayatul Akhyar :”Tempat penyembelihan qurban di tempat orang berkorban. Dalam hal memindah qurban terdapat dua pendapat ulama yang ditakhrij dari masalah memindah zakat dan menurut pendapat yang shahih dalam hal qurban adalah diperbolehkan.)(Kifayatul ahkyar:2:242). 

Disamping itu Terkadang dipergunakan (makna) dari البائس الفقير pada orang yang tertimpa musibah bencana alam sekalipun ia bukan orang fakir) (Tafsir qurthubi:12:49).

Wallahu A'lam


Kamis, 12 Juni 2025

Penerimaan Peserta Didik Baru Raudhatul Athfal Ar-Raihan Belalau TP. 2025/2026

Assalamualaikum Wr. Wb.



Hi Guys!!
Sahabat Religi !
Tabik Pun !

📚 "Masa depan cerah dimulai dari pendidikan yang baik. 
Pendidikan agama Islam adalah suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agama Islam."

🕖 📢📢📢 Ayo, daftarkan sekarang Putra Putri anda dan jadilah bagian dari keluarga Raudhatul Athfal [ RA ] Ar-Raihan Belalau !

📕 Insya Allah Ijazah Resmi yg diterbitkan oleh Kementerian Agama RI dan Kurikulum yang dipakai adalah Perpaduan antara Pengetahuan Bidang Umum dan Agama yg relevan atau terbaru.📕📕📕

Form Formulir bisa diambil disekretriat PPDB atau 🌐Link Formulir Online https://forms.gle/xAqifMReWkGsMXDM8 atau KLIK DISINI 

🖊Contact Person 
1. Abi Edi Saputra, S.PdI: +6282250726635
2. Umi Fitri Rahmadana Tanjung, S.PdI.,Gr.: +6281377726322

🔊🔊🔊 Note: QUOTA TERBATAS !!!

Waalaikumussalam Wr. Wb.

Penerimaan Peserta Didik Baru dan Pindahan Madrasah Ibtidaiyah Ar-Raihan Belalau TP. 2025/2026

Assalamualaikum Wr. Wb.



Hi Guys!!
Sahabat Religi !
Tabik Pun !

Madrasah Ibtidaiyah (MI) adalah jenjang pendidikan dasar pada sistem pendidikan formal di Indonesia, setara dengan Sekolah Dasar (SD)MI dikelola oleh Kementerian Agama Republik Indonesia dan memiliki kurikulum yang fokus pada pendidikan agama Islam, selain mata pelajaran umum seperti SD. MI ditempuh selama 6 tahun, mulai kelas 1 hingga kelas 6. 

Lulusan MI dapat melanjutkan ke madrasah tsanawiyah (MTs) atau sekolah menengah pertama (SMP). 

📚 "Masa depan cerah dimulai dari pendidikan yang baik. 
Pendidikan agama Islam adalah suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agama Islam."

🕖 📢📢📢 Ayo, daftarkan sekarang Putra Putri anda dan jadilah bagian dari keluarga Madrasah Ibtidaiyah [MI] Ar-Raihan Belalau !

📕 Insya Allah Ijazah Resmi yg diterbitkan oleh Kementerian Agama RI.📕📕📕

Form Formulir bisa diambil disekretriat PPDB atau 🌐Link Formulir Online https://forms.gle/v8Ngy8vZvotVsTES6 atau KLIK DISINI

🖊Contact Person 
1. Abi Edi Saputra, S.PdI: +6282250726635
2. Umi Fitri Rahmadana Tanjung, S.PdI.,Gr.: +6281377726322

🔊🔊🔊 Note: 
MENERIMA PESERTA DIDIK BARU DAN PINDAHAN
Pendaftaran Peserta Didik Baru Hingga Juli 2025

Waalaikumussalam Wr. Wb.

Rabu, 11 Juni 2025

Haflah Akhirussanah, Milad IX, Wisuda Tahfidzul Quran dan Pelepasan Peserta Didik RA digelar Penuh Haru

Haflah Akhirussanah, Milad IX, Wisuda Tahfidzul Quran dan Pelepasan Peserta Didik RA digelar Penuh Haru

Lampung Barat – Tepat 11 Januari 2025 / 1446 H Yayasan Ar-Raihan Belalau menggelar acara Haflah Akhirussanah, Milad IX, Wisuda Tahfidzul Quran, dan Pelepasan Peserta Didik Tingkat RA/TK sederajat. Peserta Didik yang diwisuda Tahfidzul Quran dan dilepas pada jenjang RA sebanyak 20 Peserta Didik padaTahun Ajaran 2024–2025, Kegiatan ini bertempat di Gedung Belajar Yaysan Ar-Raihan Belalau Kabupaten Lampung Barat. Suasana haru dan penuh kebahagiaan mewarnai acara yang dihadiri oleh para orang tua, dewan guru dan Tenaga Kependidikan, Abi dan Umi sapaan akrabnya, serta sejumlah tamu undangan dari berbagai instansi.

Sahrul: Dalam sambutannya Mewakili Ketua Komite RA dan Orang Tua / Wali menyampaikan dalam sambutannya rasa terima kasih atas dedikasi seluruh Dewan Guru dan Tenaga Kependidikan di RA Ar-Raihan Belalau Yayasan Ar-Raihan Belalau ini.

"Ucapan permohonan maaf dan iringan doa untuk anak anak RA dan Dewan Guru dan Tenaga Kependidikan bila dalam satu tahun ini terdapat kekeliruan dan kekhilafan diantara kita, Doakan anak kita agar menjadi anak anak yg sholih dan shalihah. Aamiin". Tutupnya.

Dalam sambutannya, Fitri Rahmadana Tanjung, S.Pd.I.,Gr. Sebagai Kepala RA Ar-Raihan Belalau, yang juga menjabat sebagai sekretaris di Yayasan Ar-Rwihan Belalau menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada seluruh Orang Tua/Wali, seluruh dewan guru dan tenaga kependidikan atas dedikasi dan perjuangan dalam mendidik anak-anak selama masa pembelajaran di RA. Ia juga memberikan pesan kepada para orang tua agar terus melanjutkan pendidikan anak-anak ke jenjang berikutnya, khususnya di lingkungan Yayasan Ar-Raihan Belalau, yakni Madrasah Ibtidaiyah (MI) Ar-Raihan Belalau, agar pendidikan keagamaan anak-anak tetap berjalan baik dan berkesinambungan.

“Kami mengimbau kepada para orang tua agar tidak berhenti sampai di sini. Pendidikan keagamaan perlu terus dilanjutkan di lembaga yang memiliki perhatian pada nilai-nilai Islam, seperti Madrasah Ibtidaiyah. Ini penting untuk masa depan anak-anak kita,” ujar Fitri Rahmadana Tanjung, S.Pd.I.,Gr..

Sementara itu, Edi Saputra, S.Pd.I sebagai Muassis Yayasan Ar-Raihan Belalau, dalam sambutannya turut mengucapkan terima kasih kepada para tamu undangan yang telah hadir, termasuk perwakilan dari Pemerintahan Kabupaten Lampung Barat, Kepala Kantor Kemenag Lampung Barat dalam hal ini dihadiri oleh KUA Kecamatan Belalau, Kepala MIN 3 Lampung Barat, Pengurus Yayasan Ar-Raihan Belalau, Pengurus MUI, NU, Rekan Media, perwakilan dari Pengurus IGRA Lampung Barat, Kepala Kepala Raudhatul Athfal Wilayah Kecamatan Belalau Islam dan tamu undangan lainnya.

Tak lupa, beliau juga menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh orang tua siswa apabila selama masa pendidikan terdapat kata-kata atau sikap dari guru yang kurang berkenan.

“Kami mohon maaf sebesar-besarnya apabila dalam mendidik anak-anak selama ini ada tutur kata atau perilaku dari guru kami yang kurang berkenan di hati Bapak/Ibu. Kami lakukan semua dengan niat baik dan tulus,” tutur Abi Edi Saputra, Sapaan akrabnya.

Dalam acara Haflah ditampilkan beberapa penampilan dari siswa-siswi RA dan MI Yayasan setempat, Sholawatan, Tari Kreasi, Tahfidzul Quran Juz ke-30, doa sehari-hari, dan prosesi pelepasan mengalungkan Medali, Pemberian Piala penghargaan, dan Penyerahan Sertifikat Tahfidzul Quran Juz ke 30.

Kamis, 05 Juni 2025

PEMBAGIAN TUGAS TEAM HANDLING PEMOTONGAN / PENYEMBLIHAN SAPI

PEMBAGIAN TUGAS TEAM HANDLING

Oleh: Edi Saputra, S.Pd.I

Saat momen idul adha manakala saat proses handling /penanganan perobohan sapi banyak video yang beredar bagaimana sapi yang ketika akan di handling atau di robohkan mengamuk atau semacamnya.

Di sini coba kita susun berdasarkan kebutuhan dan urutan prosesnya. Tentunya masih butuh banyak masukan dan tambahan dari pembaca , setidaknya kami merangkum masing-masing anggota mengetahui tugas dan fungsi serta kapan dan harus berbuat seperti apa. Berikut pembagian tugas dan urutannya:

Pembagian tugas :

1. Orang eksekutor = pemegang komando 
2. Orang aplikasi kepala sapi
2. Orang aplikasi/pasang tali badan 
2. Orang aplikasi/pasang tali kaki 

Urutan kerja :

1. Dua orang tuntun sapi dengan dua 2 tali kiri dan kanan.  satu tali kelu bawaan dan satu tali tambahan /borongsong.  Pasang tali borongsong sebelum pemindahan sebagai langkah antisipasi.

2. Saat sampai patok, satu ( 1 ) orang mengkondisikan kepala dengan beri respon ketenangan seperi diusap atau di elus atau sejenisnya dan satu ( 1 ) orang lagi pasang / ikat tali ke patok. Upayakan sedekat / pendek mungkin. Untuk tali borongsong tidak harus dekat / ketat ke tiang yang penting terikat kuat sebagai antisipasi 

3. Setelah dipastikan kuat, 2 orang kiri kanan aplikasi tali badan dengan simpul apapun baik rope sqizi atau burly ( cocok untuk sapi kandang ) serta sabuk / timba ( untuk sapi liar ).Minimal di dalam satu team ada satu orang yang memiliki skill dan pengetahuan dalam teknik merobohkan karena ( tidak semua anggota team paham pekerjaan ). Saat pasang tali badan TIDAK BOLEH JONGKOK, hanya posisi tangan yang turun. 

4. Setelah posisi sapi benar-benar siap lalu siapkan dua ( 2 ) orang lain nya agar bersiap-siap buat simpul untuk ikat kaki, setelah posisi kaki sudah terikat lalu bantuan 2 orang lain masuk untuk bantu memasukkan tali untuk teknik pinggang ( pastikan bandulan berada di bawah badan sapi minimal di tengah 2 badan sapi ) 

5. Komando/ perintah dari eksekutor. Dengan urutan dari patok 1 orang Siap-siap di kepala, 2 orang siap-siap simpul kaki, 2 orang Siap-siap tarik simpul badan plus bantuan dari pihak luar. Kemudian instruksi untuk tarik secara perlahan namun terus menerus tegang ( tidak boleh dikagetkan)

6. Setelah sapi jatuh dengan tali badan tetap tegang dan kekuatan kaki berkurang ditandai dengan posisi kaki menjulur kaku segera lakukan proses ikat kaki. 

7. Setelah jatuh sapi akan berusaha bangkit sekitar 5 menit untuk jenis sapi kandang dan kurang lebih 1 menit untuk jenis sapi liar.

8. Dengan kondisi tali badan atau pinggang tetap tegang maka seting leher terbuka dan tengadah, serta semua kaki satukan serta tarik maksimal ke belakang  dengan harapan kondisi leher makin terbuka sehingga mudah untuk eksekusi.

9. Setelah pemastian titik sayat, mengecek manuver bilah,posisi kuda kuda kuat, posisi kuncian kepala tidak bisa bergerak, tali kaki maksimal tarik ke belakang / ikat ke patok untuk kaki dan 1 orang tarik gelambir, maka beri aba aba saat akan eksekusi dengan pekikan tasmiyah dan takbir....(semua anggota team harus faham akan maksud aba aba ini maka akan dilakukan eksekusi )

10. Eksekusi dilakukan dengan pemastian 4 saluran terputus dan setelah dipastikan putus maka tali badan kendurkan guna memaksimalkan darah keluar.( untuk keamanan maka sebaiknya tidak di kendur kan) 

11. Eksekutor memastikan tidak ada sumbatan pada pembuluh darah, bila ada segera potong pembuluh darah yang mampet agar darah sepat keluar dan HARUS DIPASTIKAN adanya tanda kematian dengan melihat tanda2nya . Setelah dipastikan mati sempurna baru serahkan ke pihak lain untuk proses selanjutnya...

Idealnya demikian...

Note : 

1. Upayakan eksekutor tidak ikut handling karena akan mengalami kelelahan baik fisik maupun psikologi

2. Bila kondisi TIDAK MEMUNGKINKAN untuk dipindahkan dan tidak ada pilihan lain, maka EKSEKUSI di TEMPAT 

3. Bila dengan CARA IDEAL tidak memungkinkan maka LAKUKANLAH CARA APAPUN dengan 2 ketentuan :
1. Keselamatan manusia yang paling utama 
2. Lakukan dengan secepat mungkin guna mengurangi penderitaan.  

Tambahan untuk kebutuhan saat pelaksanaan dari bilah yang digunakan serta orang dan tugasnya : 

Kebutuhan bilah untuk satu ekor sapi dengan estimasi 2 jam : 

1. bilah sembelih 2 pcs. Satu sebagai cadangan 
2. bilah sisit kulit 2 pcs
3. bilah daging 2 pcs
4. bilah cacah 2 pcs

Semuanya dalam kondisi siap digunakan 

Kebutuhan orang 
Team hanling : 

1. orang untuk kepala 2 orang ,
2. orang untuk kaki 2 orang 
3. orang untuk badan / merobohkan 2 orang dan..
4. saat akan merubuhkan tambah 4 orang 

Urutan proses dan Kebutuhan orang :
1. Seset 2 orang 
2. Keluar jeroan sampai bersih 2 orang 
3. Pemisahan daging 2 orang 
4. Cacah tulang 2 orang 
5. Pengemasan 2 orang


Note : 

Eksekutor tidak ikut handling. Hanya mengkondisikan semua bagian bekerja dengan baik dan benar

Semoga Allah memberikan keberkahan dan memudahkan dalam proses idul adha kita nanti. Aamiin

Senin, 02 Juni 2025

Hukum Panitia Qurban Mendapat Dua Jatah Daging

Hukum Panitia Qurban Mendapat Dua Jatah Daging


Dalam kajian fiqih, salah satu tindakan yang dilarang dalam mengelola daging kurban adalah menyerahkan sebagian daging kurban kepada orang yang menyembelih sebagai upah atas jasa penyembelihannya, karena hal itu dianggap satu makna dengan jual beli daging kurban yang dilarang dalam agama. 

Untuk menyiasati larangan tersebut, sebagian panitia ada yang memberikan jatah daging yang lebih banyak kepada pihak yang menyembelih dan panitia lainnya. Jadi panitia kurban memang tidak mendapatkan bayaran atau upah atas tugas-tugasnya mulai dari penyembelihan hingga pendistribusiannya, namun mereka tetap diuntungkan karena mendapat jatah daging yang lebih banyak dari yang lainnya.diperbolehkan dalam Islam? 

Untuk menanggapi permasalahan ini, ada beberapa poin yang perlu dibahas sebagai berikut:

Pertama, dalam pandangan fiqih, status panitia kurban adalah wakil dari orang yang berkurban dalam penyembelihan dan pembagian daging qurban, sehingga keputusan yang diambil harus mendapat persetujuan dari orang yang berkurban baik secara lisan maupun dari kebiasaan (‘urf), sebagaimana yang dinyatakan oleh Abu Ishaq As-Syirazi dalam kitab Al-Muhadzdzab (II/165).

Dari pernyataan tersebut dapat dipahami jika pemberian jatah lebih kepada panitia sudah mendapat persetujuan atau sudah merupakan kebiasaan, maka tindakan tersebut dapat dibenarkan dari sudut pandang akad wakalah-nya. Kedua, larangan untuk memberi daging sebagai upah kepada pihak penyembelih ini berlaku jika memang di atas namakan upah sewa, artinya terjadi kesepakatan untuk melakukan pekerjaan dengan adanya pembayaran upah. 

Jika tidak ada kesepakatan apapun, maka pemberian tersebut bukan disebut upah (ujrah). وَلَا أُجْرَةَ) لِعَمَلٍ كَحَلْقِ رَأْسٍ وَخِيَاطَةِ ثَوْبٍ وَقَصَارَتِهِ وَصَبْغِهِ بِصَبْغِ مَالِكِهِ ( بِلَا شَرْطِ ) اْلأُجْرَةِ فَلَوْ دَفَعَ ثَوْبَهُ إِلَى خَيَّاطٍ لِيَخِيْطَ…  فَفَعَلَ وَلَمْ يَذْكُرْ أَحَدُهُمَا أُجْرَةً وَلَا مَا يُفْهِمُهَا فَلَا أُجْرَةَ لَهُ لِأَنَّهُ مُتَبَرِّعٌ
 Artinya, “(Dan tidak ada upah) untuk pekerjaan seperti mencukur rambut, menjahit baju, mengguntingnya, dan mewarnainya dengan pewarna pemiliknya (tanpa ada syarat) upah. Maka jika seseorang menyerahkan kain bajunya kepada penjahit untuk dijahit … kemudian diapun melakukannya, dan tidak ada satupun di antara mereka yang menyebutkan upah atau apa yang dapat dipahami upah, maka tidak ada upah baginya karena dia orang yang melakukannya dengan cuma-cuma.” (Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1998] halaman 131).

Menerima daging kurban atas nama sedekah jika tergolong fakir miskin, dan atas nama ith’am (pemberian hidangan) dalam kurban sunah, jika tergolong orang yang mampu atau kaya.  Artinya, “Dikecualikan dengan upah, adalah memberikannya dari daging qurban karena fakirnya, dan memberinya makanan dari qurban, jika dia kaya, maka keduanya diperbolehkan.” (Muhammad Mahfudz At-Tarmasi, Hasyiyah At-Tarmasi, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2023] juz VI, halaman 677).

Ketiga, dalam pembagian daging kurban, diperbolehkan untuk memberikannya kepada satu orang miskin saja, tidak ada keharusan untuk membagi rata daging kurban kepada seluruh orang miskin di daerahnya. Sehingga tidak ada larangan untuk memberikan jatah lebih kepada pihak tertentu seperti panitia, hanya saja alangkah baiknya juga mempertimbangkan dampak sosialnya. Artinya “Cukup untuk menyerahkan (daging kurban) kepada satu orang saja dan orang-orang fakir ataupun miskin”  (Khathib As-Syirbini, Al-Iqna’, [Riyadh, Maktabah Al-Haramain, 2013] juz I, halaman 574).

Simpulan Hukum Hukum panitia mendapatkan dua jatah daging qurban adalah diperbolehkan, selama tidak diatasnamakan upah pekerjaan, yakni dapat diatasnamakan sedekah bagi orang miskin atau pemberian hidangan (ith’am) bagi orang yang mampu atau kaya. Wallahu a’lam.


Penulis Edi Saputra, S.Pd.I
https://nu.or.id

TAFSIR SURAH AL-HAJJ AYAT 37: MENYIKAP RAHASIA QURBAN

TAFSIR SURAH AL-HAJJ AYAT 37: MENYIKAP RAHASIA QURBAN


 Surat Al-Hajj ayat 37 mengajarkan tentang makna sejati dari ibadah kurban. Allah menegaskan bahwa daging dan darah hewan kurban secara fisik tidak akan sampai kepada-Nya. Ini menekankan bahwa aspek fisik dari kurban itu sendiri bukanlah tujuan utama dari ibadah ini. Allah tidak memerlukan materi atau benda dari hamba-Nya, tetapi yang Dia perhatikan adalah ketakwaan, keikhlasan, dan kepatuhan yang ada di dalam hati orang yang berkurban.  

Ibadah kurban adalah sarana untuk menguji dan memperkuat ketakwaan, serta menunjukkan ketaatan kita kepada Allah. Daging dan darah hewan kurban hanyalah sarana untuk mengantarkan ketakwaan dan rasa syukur tersebut kepada Allah swt. 

Simak firman Allah dalam Surat al-Hajj ayat 37 berikut; 
لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ 

Artinya: "Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin,".

Tafsir Munir Syekh Zuhaili dalam kitab Tafsir Munir, Jilid XVII, halaman 217 menjelaskan bahwa maksud ayat ke-37 dari Surat al-Hajj
 [لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ  ]

 menegaskan bahwa daging dan darah hewan kurban tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang diterima oleh-Nya adalah ketakwaan dari umat manusia. Hal ini menunjukkan bahwa ibadah kurban bukan semata-mata tentang aspek fisik atau material, melainkan tentang niat, keikhlasan, dan ketakwaan yang terkandung di dalamnya. 

Allah SWT mensyariatkan penyembelihan hewan sebagai bentuk pengingat untuk selalu mengingat dan menyebut nama-Nya dalam setiap ibadah dan tindakan. Oleh karena itu, esensi dari ibadah kurban terletak pada niat yang tulus dan ketakwaan yang mengiringi tindakan tersebut. 

Pada masa jahiliyyah, praktik penyembelihan hewan kurban dilakukan dengan cara yang berbeda. Masyarakat pada masa itu menyembelih hewan untuk dipersembahkan kepada berhala-berhala mereka, dengan sebagian dagingnya diletakkan di berhala-berhala tersebut dan darahnya digunakan untuk melumuri berhala-berhala itu. 

Ketika kaum Muslimin ingin melakukan hal yang serupa terhadap Ka'bah, Allah swt menurunkan ayat ini untuk meluruskan niat dan cara berkurban yang benar. Ayat ini menjadi penegasan bahwa tujuan dari ibadah kurban adalah untuk menunjukkan ketakwaan dan ketaatan kepada Allah swt, bukan sekadar ritual fisik semata.Allah swt kemudian mengingatkan kembali tentang penundukan binatang ternak untuk manusia, yang merupakan salah satu bentuk nikmat dari-Nya. Pengulangan ini bertujuan untuk menyadarkan manusia akan besarnya nikmat yang diberikan oleh Allah, sehingga mendorong mereka untuk selalu bersyukur dan memuji-Nya. 

Dengan menyadari dan mengingat nikmat-nikmat ini, umat manusia diharapkan dapat meningkatkan ketakwaan mereka serta melaksanakan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan oleh Allah dengan penuh kesadaran dan rasa syukur. 

Sementara itu, ayat
 [كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ] 
menegaskan bahwa Allah swt menundukkan hewan-hewan kurban (al-Budn) untuk kepentingan manusia agar mereka dapat mengagungkan Allah dan bersyukur atas petunjuk-Nya. Ayat ini mengingatkan kita bahwa segala nikmat dan kemudahan yang diberikan Allah swt bertujuan agar kita selalu mengingat-Nya dan mengucapkan rasa syukur. 

Petunjuk dan bimbingan Allah dalam agama dan syariat-Nya merupakan anugerah besar yang harus kita syukuri dengan penuh ketaatan dan keikhlasan. [Syekh Zuhaili, Tafsir Munir, Jilid XVII, [Beirut: Darul Fikr Mu'ashir, 1991],  halaman 217]

Allah swt memberikan petunjuk kepada umat-Nya tentang hal-hal yang dicintai dan diridhai-Nya serta menjauhkan mereka dari segala sesuatu yang dibenci dan tidak bermanfaat. Dengan petunjuk tersebut, Allah membimbing kita agar selalu berada di jalan yang benar dan terhindar dari kerugian. 

Ketaatan pada syariat Allah adalah bentuk syukur yang paling utama, karena di dalamnya terkandung segala kebaikan dan keberkahan yang Allah janjikan kepada hamba-hamba-Nya.  

Ayat ini juga menjanjikan pahala yang besar bagi mereka yang mendapatkan petunjuk dan berpegang teguh pada jalan yang lurus. Orang-orang yang mengikuti bimbingan Allah akan mendapatkan balasan yang baik di dunia dan akhirat. Mereka yang menjadikan syariat Allah sebagai pedoman hidupnya akan selalu berada dalam lindungan dan rahmat-Nya, sehingga hidup mereka akan dipenuhi dengan ketenangan dan kebahagiaan. 

Dalam lanjutan ayat ini [وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ], Allah swt memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk menyampaikan berita gembira kepada orang-orang yang Muhsin, yaitu mereka yang berbuat baik dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. 

Orang-orang yang menjaga hukum-hukum Allah, mematuhi segala perintah-Nya, dan membenarkan risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw, dijanjikan surga sebagai balasan atas kebaikan dan keikhlasan mereka dalam beramal. Berita gembira ini menjadi motivasi bagi umat Islam untuk terus berusaha memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas ibadah mereka.

 [Syekh DR. Zuhaili, Tafsir Munir, Jilid XVII,  [Beirut: Darul Fikr Mu'ashir, 1991], halaman 219]. 
أي إنما شرع الله لكم نحر هذه الهدايا والضحايا، لتذكروه عند ذبحها، ولن يصل إلى الله شيء من لحومها ولا من دمائها، ولكن يصله التقوى والإخلاص، وترفع إليه الأعمال الصالحة. وكان أهل الجاهلية إذا ذبحوها لآلهتهم، وضعوا عليها من لحوم قرابينهم، ونضحوا عليها من دمائها، وأراد المسلمون أن يفعلوا مثلهم، فنزلت الآية: {لَنْ يَنالَ اللهَ لُحُومُها.}. ثم كرر تعالى ذكر تسخير الأنعام وتذليلها للناس؛ لأن في الإعادة تذكيرا بالنعمة، الذي يبعث على شكرها، والثناء على الله من أجلها، والقيام بما يجب لعظمته وكبريائه، 
Artinya: "Sesungguhnya Allah telah mensyariatkan kepada kalian menyembelih hewan kurban dan korban, agar kalian mengingat-Nya ketika menyembelihnya. Dan sekali-kali tidak sampai kepada Allah dagingnya dan darahnya, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan dan keikhlasan kalian. Dan orang-orang jahiliah dahulu jika mereka menyembelih hewan kurban untuk tuhan-tuhan mereka, mereka meletakkan sebagian daging kurban mereka di atas patung-patung berhala mereka dan menyiramkan darahnya di atasnya. Dan kaum muslimin pun ingin melakukan seperti yang mereka lakukan. Maka turunlah ayat: "Daging hewan-hewan itu sekali-kali tidak sampai kepada Allah." Kemudian Allah mengulangi penyebutan penundukan dan penjinakan hewan ternak untuk manusia; karena dalam pengulangan itu terdapat pengingat akan nikmat, yang mendorong untuk bersyukur atasnya, dan memuji Allah karenanya, dan melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk keagungan dan kebesaran-Nya,". [Syekh DR. Zuhaili, Tafsir Munir, Jilid XVII,  [Beirut: Darul Fikr Mu'ashir, 1991], halaman 219]. 

Tafsir Marah LabibSyekh Nawawi Banten dalam kitab Tafsir Marah Labib, Jilid II, halaman 73 menjelaskan bahwa daging dan darah hewan kurban tidak memiliki nilai pahala di sisi Allah swt. Hal ini ditegaskan dengan kalimat "لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا" (Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah). 

Lebih lanjut, ayat ini bukan berarti meniadakan ibadah kurban, melainkan menekankan bahwa inti dari kurban adalah ketakwaan dan keikhlasan. Daging dan darah hewan kurban hanyalah simbol dari ketaatan dan ketundukan hamba kepada Allah. Sejatinya, pada isi ayat ini menekankan bahwa inti dari ibadah kurban bukan terletak pada daging hewannya, melainkan pada ketakwaan dan keikhlasan hati sang pekurban. Allah swt tidak membutuhkan daging kurban, melainkan ketulusan dan ketaatan hamba-Nya. 

Daging hewan kurban hanyalah sarana untuk mengantarkan amal shaleh kepada Allah. Amal shaleh yang dimaksud adalah bersedekah dengan daging kurban, mematuhi perintah Allah, memuliakan-Nya, dan mengikhlaskan diri kepada-Nya. 

Dengan demikian, daging kurban menjadi simbol ketaatan dan keikhlasan hamba dalam menjalankan ibadah.
لَنْ يَنالَ اللَّهَ لُحُومُها وَلا دِماؤُها وَلكِنْ يَنالُهُ التَّقْوى مِنْكُمْ أي لن يصل إلى الله تعالى أي إلى مرضاته لحوم القرابين ولا دماؤها، ولكن يقبل الله الأعمال الطاهرة منكم فمنها التصديق باللحم: وهو من عمل العبد فيرفع إلى الله وأما نفس اللحم المتصدق به: فلا يرفع إلى الله. والمعنى: إن الله لا يثيبكم على لحمها إلا إذا وقع موقعا من وجوه الخير وهو امتثال أمره تعالى وتعظيمه والإخلاص له تعالى 

Artinya: "Maksudnya, daging dan darah hewan kurban tidak sampai kepada Allah Ta'ala, dan tidak pula bernilai pahala di sisi-Nya. Akan tetapi, Allah menerima amal-amal shaleh dari kalian. Salah satu amal shaleh tersebut adalah bersedekah dengan daging hewan kurban. Daging hewan kurban tersebut merupakan amal perbuatan hamba yang diangkat kepada Allah. Adapun daging hewan kurban itu sendiri tidak diangkat kepada Allah. Maksudnya, Allah tidak membalas pahala kepada kalian atas daging hewan kurban itu, kecuali jika daging tersebut digunakan untuk kebaikan, seperti mematuhi perintah Allah, memuliakan-Nya, dan mengikhlaskan diri kepada-Nya." 
[Syekh Nawawi Banten, Tafsir Marah Labib, Jilid II, (Beirut: Darul Kutub Ilmiyah,  1417 H) halaman 73]. 

Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami makna di balik ibadah kurban, bukan hanya terpaku pada penyembelihan hewannya. Hendaknya kurban menjadi momen untuk meningkatkan ketakwaan dan keikhlasan diri kepada Allah swt. 
Selanjutnya, Syekh Nawawi juga menjelaskan asbabun nuzul ayat 37 ini, yang berkaitan dengan praktik masyarakat Jahiliyah di sekitar Ka'bah. Pada masa itu, orang-orang musyrik memiliki kebiasaan melumuri daging kurban pada dinding Ka'bah dan mengotori tempat suci tersebut dengan darah hewan kurban sebagai bagian dari ritual keagamaan mereka.ini, mereka merasa bahwa mereka lebih berhak dan berkeinginan untuk melakukan tindakan tersebut sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah swt. 

Namun, Allah swt menurunkan Surat Al-Hajj ayat 37 untuk meluruskan pemahaman dan tindakan para sahabat. Ayat ini menegaskan bahwa bukan daging maupun darah hewan kurban yang mencapai Allah, melainkan ketakwaan dari orang-orang yang melakukan kurban tersebut. 

Firman Allah ini memberikan pemahaman bahwa ritual yang berlebihan dan tidak berdasar tidak diterima, dan yang terpenting adalah ketulusan niat serta ketaatan kepada Allah swt. 

Dengan turunnya ayat ini, Allah swt mengajarkan kepada umat Islam bahwa ibadah dan pengorbanan yang diterima di sisi-Nya adalah yang dilakukan dengan niat yang tulus dan ikhlas. Allah menghapus tradisi jahiliah yang mengutamakan bentuk luar dan menggantikannya dengan prinsip bahwa yang utama adalah kesucian hati dan ketakwaan. 


Maka dari itu, ritual kurban dalam Islam difokuskan pada keikhlasan dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah melalui ketaatan dan kepatuhan kepada ajaran-Nya.  
وروي أنهم كانوا في الجاهلية يضربون لحم الأضاحي على حائط الكعبة ويلطخونها بدمها فأراد المسلمون أن يفعلوا فعل المشركين من الذبح وتشريح اللحم منصوبا حول الكعبة وتضميخ الكعبة بالدم تقربا إلى الله تعالى فنزلت هذه الآية 
Artinya: "Diceritakan bahwa pada masa jahiliah, mereka biasa menempelkan daging kurban di dinding Ka'bah dan mengotori Ka'bah dengan darahnya. Para sahabat ingin meniru perbuatan orang-orang musyrik dengan menyembelih hewan kurban, memotong-motong dagingnya, dan menggantungnya di sekitar Ka'bah serta mengotori Ka'bah dengan darahnya sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah swt. Maka turunlah ayat ini." 

[Syekh Nawawi Banten, Tafsir Marah Labib, Jilid II, (Beirut: Darul Kutub Ilmiyah,  1417 H) halaman 74]. 
Dengan demikian,  ibadah kurban bukan hanya tentang menyembelih hewan, tetapi merupakan wujud ketakwaan dan rasa syukur kepada Allah swt. Dengan memahami hakikat kurban, diharapkan ibadah ini dapat dilaksanakan dengan penuh makna dan membawa manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. 


Oleh Edi Saputra, S.Pd.I
https://nu.or.id/

Fiqih Qurban (6): Pembagian Daging Qurban

Fiqih Qurban (6): Pembagian Daging Qurban Oleh Edi Saputra, S.Pd.I Hewan yang telah diqurbankan, pembagiaannya sangat diharapkan...