4 Ciri Utama Orang Aswaja NU
Penulis: Edi Saputra, S.PdI
Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi kemasyarakatan terbesar didunia yang memegang teguh paham Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja).
Namun semakin beragamnya aliran dalam Islam, banyak kelompok yang juga mengaku memiliki paham Aswaja. Hal ini pun memunculkan pertanyaan apa sebenarnya Aswaja dan bagaimana ciri utama Aswaja An-Nahdliyah yang dipegang oleh NU.
Sekretaris Lembaga Bahtsul Masa’il Nahdlatul Ulama (LBMNU) Provinsi Lampung Agus Mahfudz menjelaskan bahwa dalam ber-Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah terdapat 4 (empat) ciri utama seperti yang sudah diwariskan turun temurun oleh para pendiri Nahdlatul Ulama.
Yang pertama adalah terkait Amaliah (cara beribadah). Nahdlatul Ulama merupakan organisasi Islam yang mengusung ideologi Aswaja serta menjaga kemurnian Islam dengan berpegang pada Alquran, sunah Nabi, dan para sahabat dengan sanad keilmuan yang jelas.
Dalam persoalan fiqih bermadzhab pada salah satu madzhab empat, yaitu Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hanbali. Dalam beraqidah sesuai dengan aqidah Islam yang diajarkan Rasulullah yang sudah dikemas rapih dalam manhaj Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi.
Dalam bertasawuf mengikuti pendapat-pendapat yang sudah dirumuskan oleh Imam Junaidi al-Baghdadi dan Imam Al-Ghazali,” jelas pria yang akrab disapa Gus Mahfudz.
Jadi tegasnya, bukan orang NU apabila amaliahnya tidak mengikuti kriteria ini walaupun mengaku Aswaja.
Yang kedua adalah Fikrah (pemikiran). Dalam cara pandang atau berfikir, Nahdlatul Ulama senantiasa mengusung nilai-nilai yang berhaluan pada konsep tasammuh (toleran), tawassuth (moderat), tawazzun (seimbang) dan ‘adalah (adil). Artinya, NU tidak condong pada pemikiran-pemikiran liberal ataupun pemikiran-pemikiran radikal.
“Jadi seharusnya orang NU itu bukanlah orang yang kagetan dengan mendengar beraneka ragam pendapat dan pemikiran. Karena orang NU adalah orang yang bijak dalam merespon segala bentuk pendapat dan pemikiran.
Yang butuh ditindak sekarang ya ditindak sekarang. Yang hanya berupa bualan-bualan panggung ya tidak usah diterima agar bualan-bualan itu kembali lagi kepada pembualnya itu sendiri,” tegasnya.
Yang ketiga adalah Harakah (gerakan). Menjadi NU menurutnya harus bergerak sesuai dengan cara NU. Gerakan NU yang baik adalah gerakan yang selaras dan satu koordinasi dengan keorganisasian NU. Siapapun bisa bergerak untuk NU. Bisa berjuang bersama struktural maupun hanya sebagai kultural.
“Maka tidak dibenarkan jika ada orang mengaku NU namun malah masuk dalam gerakan atau organisasi yang justru bertentangan dengan gerakan NU.
Terlebih masuk dalam gerakan yang ingin menghancurkan NU. Maka orang yang demikian itu adalah penghianat besar. Na’udzubillahi min zdalik,” ungkap salah satu Pengasuh Pesantren Al-HIdayat Pesawaran, Lampung ini.
Yang keempat adalah Ghirah (semangat).
Semangat ini adalah semangat juang yang menggelora dalam berkhidmat kepada NU.
“NU adalah rumah besar para kiai, ulama, habaib, santri dan hampir seluruh masyarakat muslim di Indonesia.
Berkhidmat kepada NU berarti berkhidmat kepada kiai, ulama dan habaib. Karena mereka adalah pendiri Nahdlatul Ulama,” pungkasnya.