KH. Zulfa Mutofa, Beliau adalah seorang orator ulung, dan yang paling menonjol: seorang sastrawan Arab yang mampu menggubah ribuan bait nadhom tentang sejarah NU.
Namun, untuk memahami kedalaman ilmu Kiai Zulfa, kita harus menarik garis waktu ke belakang. Ke sebuah desa santri bernama Kajen, di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Di sanalah, di bawah naungan keteduhan dan ketegasan KH. MA. Sahal Mahfudz (Mbah Sahal), karakter intelektual Kiai Zulfa ditempa.
Kawah Candradimuka Mathali’ul Falah
Kiai Zulfa Mustofa adalah alumni Perguruan Islam Mathali’ul Falah (PIM), lembaga pendidikan legendaris yang dipimpin oleh Mbah Sahal. Menjadi santri Mbah Sahal bukanlah perkara mudah. Mbah Sahal dikenal sebagai ulama yang sangat disiplin, bervisi jauh ke depan, dan rasional. Beliau tidak hanya mencetak kiai yang bisa membaca kitab kuning, tetapi ulama yang memahami konteks sosial (Fiqh Sosial).
Di sinilah Kiai Zulfa muda tumbuh. Ia menyerap atmosfer keilmuan Kajen yang kental. Jika Mbah Sahal adalah "gunung" ilmu Ushul Fiqh yang kokoh dan rasional, Kiai Zulfa adalah "mata air" yang mengalirkan ilmu itu dengan keindahan bahasa.
Sintesa Fiqh dan Sastra
Salah satu warisan terbesar Mbah Sahal kepada para santrinya adalah pentingnya penguasaan alat (gramatika dan logika) untuk membedah hukum.
Kiai Zulfa menangkap ini dengan cara yang istimewa. Mbah Sahal dikenal sangat teliti ( tahqiq ) dalam ibarat kitab. Kiai Zulfa mewarisi ketelitian itu namun menyajikannya dalam wadah estetika sastra Arab (Balaghah dan Arudh).
Ketika Kiai Zulfa menulis kitab "Tuhfatul Qashi wad Dani" (kitab nadhom sejarah NU yang memukau ulama Timur Tengah), kita bisa melihat jejak didikan Mbah Sahal di sana:
Keakuratan Data: Seperti gurunya yang fakih, Kiai Zulfa tidak sembarangan menulis sejarah; ia merisetnya dengan ketat layaknya ahli fiqh menelusuri dalil.
Keindahan Penyampaian: Mbah Sahal mengajarkan bahwa kebenaran harus disampaikan dengan cara yang baik (kontekstual). Kiai Zulfa menerjemahkan "cara yang baik" itu melalui syair yang menyentuh hati.
Mewarisi Nalar Fiqh Sosial
Mbah Sahal Mahfudz adalah penggagas Fiqh Sosial—pemahaman bahwa hukum Islam tidak boleh kaku dan harus menjadi solusi bagi problem masyarakat.
Sebagai santri, Kiai Zulfa menyerap paradigma ini. Dalam berbagai ceramah dan keputusannya di PBNU, Kiai Zulfa sering kali menampilkan wajah Islam yang moderat, solutif, dan tidak tekstualis. Ia tidak hanya berhenti pada "apa hukumnya", tetapi "apa maslahatnya". Kemampuan Kiai Zulfa mengurai masalah keumatan yang rumit dengan bahasa yang jenaka namun berbobot adalah cerminan dari kematangan nalar yang dibangun di Mathali’ul Falah.
Takzim Sang Murid
Meskipun kini telah menjadi tokoh besar, sikap tawadhu Kiai Zulfa terhadap gurunya tidak pernah luntur. Dalam berbagai kesempatan, Kiai Zulfa sering mengutip maqolah atau pandangan Mbah Sahal sebagai landasan argumennya.
Ada sebuah sanad (sambungan) ruhani yang kuat. Kiai Zulfa adalah bukti keberhasilan kaderisasi Mbah Sahal: seorang ulama yang berakar kuat pada tradisi turats (kitab kuning), namun memiliki wawasan luas dan kemampuan komunikasi yang relevan dengan zaman.
Melihat sosok KH. Zulfa Mustofa hari ini adalah melihat buah yang matang dari pohon yang ditanam oleh guru-guru beliau salah satunya Mbah Sahal Mahfudz. Ia adalah perpaduan antara ketajaman logika hukum (fuqaha) ala Mbah Sahal dan kelembutan rasa bahasa (udaba).
Sebagai santri, Kiai Zulfa telah menunaikan tugas tertingginya: tidak hanya menjaga ilmu sang guru, tetapi mengembangkannya, mensyairkannya, dan menyebarkannya ke penjuru dunia.
Jika Mbah Sahal dikenal dengan gagasan besar "Maslahah Ammah"-nya, maka kita rindu melihat gagasan tersebut dieksekusi oleh tangan dingin Kiai Zulfa melalui kebijakan-kebijakan organisasi yang menyejukkan.
Kemampuan retorika dan sastra beliau diharapkan bukan hanya menjadi pemanis mimbar, melainkan menjadi jembatan komunikasi yang efektif. Di tengah situasi keumatan dan kebangsaan yang dinamis, sosok Kiai Zulfa yang luwes diharapkan mampu merangkul berbagai friksi, menyatukan serpihan perbedaan, dan menjahit kembali ukhuwah yang mungkin sempat renggang, baik di internal jam'iyah maupun di kancah nasional.
Al-Faatihah...