Senin, 04 Juli 2022

Fiqih Qurban

Fiqih Qurban

 

Qurban merupakan bagian dari Syariat Islam yang sudah ada semenjak manusia ada. Ketika putra-putra Nabi Adam Alaihissalam diperintahkan berqurban. Maka Allah Ta’ala menerima qurban yang baik dan diiringi ketakwaan dan menolak qurban yang buruk. Allah Ta’ala berfirman:

“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa” (QS Al-Maaidah 27).




Qurban lain yang diceritakan dalam Al-Qur’an adalah qurban keluarga Ibrahim ‘Alaihissalam, saat beliau diperintahkan Allah Ta’ala untuk mengurbankan anaknya, Ismail ‘Alaihissalam. Disebutkan dalam surat As-Shaaffaat 102:

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Kemudian qurban ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bagian dari Syariah Islam, syiar dan ibadah kepada Allah Ta’ala sebagai rasa syukur atas nikmat kehidupan.


Lihat Juga:


Disyariatkannya Qurban

Disyariatkannya qurban sebagai simbol pengorbanan hamba kepada Allah Ta’ala, bentuk ketaatan kepada-Nya dan rasa syukur atas nikmat kehidupan yang diberikan Allah Ta’ala kepada hamba-Nya. Hubungan rasa syukur atas nikmat kehidupan dengan berqurban yang berarti menyembelih binatang dapat dilihat dari dua sisi.

Pertama, bahwa penyembelihan binatang tersebut merupakan sarana memperluas hubungan baik terhadap kerabat, tetangga, tamu dan saudara sesama muslim. Semua itu merupakan fenomena kegembiraan dan rasa syukur atas nikmat Allah Ta’ala kepada manusia, dan inilah bentuk pengungkapan nikmat yang dianjurkan dalam Islam:

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS Ad-Dhuhaa 11).

Kedua, sebagai bentuk pembenaran terhadap apa yang datang dari Allah Ta’ala. Allah menciptakan binatang ternak itu adalah nikmat yang diperuntukkan bagi manusia, dan Allah mengizinkan manusia untuk menyembelih binatang ternak tersebut sebagai makanan bagi mereka. Bahkan penyembelihan ini merupakan salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah Ta’ala.

Berqurban merupakan ibadah yang paling dicintai Allah Ta’ala di hari Nahr, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat At-Tirmidzi dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhu. bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidaklah anak Adam beramal di hari Nahr yang paling dicintai Allah melebihi menumpahkan darah (berqurban). Qurban itu akan datang di hari Kiamat dengan tanduk, bulu dan kukunya. Dan sesungguhnya darah akan cepat sampai di suatu tempat sebelum darah tersebut menetes ke bumi. Maka perbaikilah jiwa dengan berqurban”.

Definisi Qurban

Kata qurban yang kita pahami, berasal dari bahasa Arab, artinya pendekatan diri, sedangkan maksudnya adalah menyembelih binatang ternak sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah. Arti ini dikenal dalam istilah Islam sebagai udhiyah. Udhiyah secara bahasa mengandung dua pengertian, yaitu kambing yang disembelih waktu Dhuha dan seterusnya, dan kambing yang disembelih di hari ‘Idul Adha. Adapun makna secara istilah, yaitu binatang ternak yang disembelih di hari-hari Nahr dengan niat mendekatkan diri (taqarruban) kepada Allah dengan syarat-syarat tertentu (Syarh Minhaj).


Hukum Qurban

Hukum qurban menurut jumhur ulama adalah sunnah muaqqadah sedang menurut mazhab Abu Hanifah adalah wajib. Allah Ta’ala berfirman:

“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah” (QS Al-Kautsaar: 2).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Siapa yang memiliki kelapangan dan tidak berqurban, maka jangan dekati tempat shalat kami” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim).

Dalam hadits lain: “Jika kalian melihat awal bulan Zulhijah, dan seseorang di antara kalian hendak berqurban, maka tahanlah rambut dan kukunya (jangan digunting)” (HR Muslim).

Bagi seorang muslim atau keluarga muslim yang mampu dan memiliki kemudahan, dia sangat dianjurkan untuk berqurban. Jika tidak melakukannya, menurut pendapat Abu Hanifah, ia berdosa. Dan menurut pendapat jumhur ulama dia tidak mendapatkan keutamaan pahala sunnah.


Lihat Juga:

Binatang yang Boleh Diqurbankan

Adapun binatang yang boleh digunakan untuk berqurban adalah binatang ternak (Al-An’aam), unta, sapi dan kambing, jantan atau betina. Sedangkan binatang selain itu seperti burung, ayam dll tidak boleh dijadikan binatang qurban. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka” (QS Al-Hajj 34).

Kambing untuk satu orang, boleh juga untuk satu keluarga. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dua kambing, satu untuk beliau dan keluarganya dan satu lagi untuk beliau dan umatnya. Sedangkan unta dan sapi dapat digunakan untuk tujuh orang, baik dalam satu keluarga atau tidak, sesuai dengan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

Dari Jabir bin Abdullah, berkata “Kami berqurban bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di tahun Hudaibiyah, unta untuk tujuh orang dan sapi untuk tujuh orang” (HR Muslim).

Binatang yang akan diqurbankan hendaknya yang paling baik, cukup umur dan tidak boleh cacat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Empat macam binatang yang tidak sah dijadikan qurban: 1. Cacat matanya, 2. sakit, 3. pincang dan 4. kurus yang tidak berlemak lagi.“ (HR Bukhari dan Muslim).

Hadits lain:

“Janganlah kamu menyembelih binatang ternak untuk qurban kecuali musinnah (telah ganti gigi, kupak). Jika sukar didapati, maka boleh jadz’ah (berumur 1 tahun lebih) dari domba.” (HR Muslim).

Musinnah adalah jika pada unta sudah berumur 5 tahun, sapi umur dua tahun dan kambing umur 1 tahun, domba dari 6 bulan sampai 1 tahun. Dibolehkan berqurban dengan hewan kurban yang mandul, bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan dua domba yang mandul. Dan biasanya dagingnya lebih enak dan lebih gemuk.

 

Waktu Penyembelihan Qurban

Waktu penyembelihan hewan qurban yang paling utama adalah hari Nahr, yaitu Raya ‘Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijah setelah melaksanakan shalat ‘Idul Adha bagi yang melaksanakannya. Adapun bagi yang tidak melaksanakan shalat ‘Idul Adha seperti jamaah haji dapat dilakukan setelah terbit matahari di hari Nahr. Hari penyembelihan menurut Jumhur ulama, yaitu madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali berpendapat bahwa hari penyembelihan adalah tiga hari, yaitu hari raya Nahr dan dua hari Tasyrik, yang diakhiri dengan tenggelamnya matahari.

Pendapat ini mengambil alasan bahwa Umar RA, Ali RA, Abu Hurairah RA, Anas RA, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar RA mengabarkan bahwa hari-hari penyembelihan adalah tiga hari. Dan penetapan waktu yang mereka lakukan tidak mungkin hasil ijtihad mereka sendiri tetapi mereka


lakukan tidak mungkin hasil ijtihad mereka sendiri tetapi mereka mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Mughni Ibnu Qudamah 11/114).

Sedangkan mazhab Syafi’i dan sebagian mazhab Hambali juga diikuti oleh Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa hari penyembelihan adalah 4 hari, Hari Raya ‘Idul Adha dan 3 Hari Tasyrik. Berakhirnya hari Tasyrik dengan ditandai tenggelamnya matahari. Pendapat ini mengikuti alasan hadits, sebagaimana disebutkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Semua hari Tasyrik adalah hari penyembelihan” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban).
Berkata Al-Haitsami: ”Hadits ini para perawinya kuat”. Dengan adanya hadits shahih ini, maka pendapat yang kuat adalah pendapat mazhab Syafi’i.


Lihat Juga:


Tata Cara Penyembelihan Qurban

Berqurban sebagaimana definisi di atas yaitu menyembelih hewan qurban, sehingga menurut jumhur ulama tidak boleh atau tidak sah berqurban hanya dengan memberikan uangnya saja kepada fakir miskin seharga hewan qurban tersebut, tanpa ada penyembelihan hewan qurban. Karena maksud berqurban adalah adanya penyembelihan hewan qurban kemudian dagingnya dibagikan kepada fakir miskin. Menurut jumhur ulama yaitu mazhab Imam Malik, Ahmad dan lainnya, bahwa berqurban dengan menyembelih kambing jauh lebih utama dari sedekah dengan nilainya. Dan jika berqurban dibolehkan dengan membayar harganya akan berdampak pada hilangnya ibadah qurban yang disyariatkan Islam tersebut.

Adapun jika seseorang berqurban, sedangkan hewan qurban dan penyembelihannya dilakukan ditempat lain, maka itu adalah masalah teknis yang dibolehkan. Dan bagi yang berqurban, jika tidak bisa menyembelih sendiri diutamakan untuk menyaksikan penyembelihan tersebut, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Abbas RA:

“Hadirlah ketika kalian menyembelih qurban, karena Allah akan mengampuni kalian dari mulai awal darah keluar”.

Ketika seorang muslim hendak menyembelih hewan qurban, maka bacalah: “Bismillahi Wallahu Akbar, ya Allah ini qurban si Fulan (sebut namanya), sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Bismillahi Wallahu Akbar, ya Allah ini qurban dariku dan orang yang belum berqurban dari umatku” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Bacaan boleh ditambah sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pada Fatimah ‘Alaihissalam:

“Wahai Fatimah, bangkit dan saksikanlah penyembelihan qurbanmu, karena sesungguhnya Allah mengampunimu setiap dosa yang dilakukan dari awal tetesan darah qurban, dan katakanlah:” Sesungguhnya shalatku, ibadah (qurban) ku, hidupku dan matiku lillahi rabbil ‘alamiin, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan oleh karena itu aku diperintahkan, dan aku termasuk orang yang paling awal berserah diri” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi)

Berqurban dengan Cara Patungan

Qurban dengan cara patungan, disebutkan dalam hadits dari Abu Ayyub Al-Anshari:

“Seseorang di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan satu kambing untuk dirinya dan keluarganya. Mereka semua makan, sehingga manusia membanggakannya dan melakukan apa yang ia lakukan” (HR Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).

Disebutkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Abul Aswad As-Sulami dari ayahnya, dari kakeknya, berkata:

“Saat itu kami bertujuh bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam suatu safar, dan kami mendapati hari Raya ‘Idul Adha. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mengumpulkan uang setiap orang satu dirham. Kemudian kami membeli kambing seharga 7 dirham. Kami berkata:” Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam harganya mahal bagi kami”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Sesungguhnya yang paling utama dari qurban adalah yang paling utama dari qurban adalah yang paling mahal dan paling gemuk”. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pada kami. Masing-masing orang memegang 4 kaki dan dua tanduk sedang yang ketujuh menyembelihnya, kemudian kami semuanya bertakbir” (HR Ahmad dan Al-Hakim).

Dan berkata Ibnul Qoyyim dalam kitabnya ‘Ilamul Muaqi’in setelah mengemukakan hadits tersebut: “Mereka diposisikan sebagai satu keluarga dalam bolehnya menyembelih satu kambing bagi mereka. Karena mereka adalah sahabat akrab. Oleh karena itu sebagai sebuah pembelajaran dapat saja beberapa orang membeli seekor kambing kemudian disembelih. Sebagaimana anak-anak sekolah dengan dikoordinir oleh sekolahnya membeli hewan qurban kambing atau sapi kemudian diqurbankan.”

Dalam hadits lain diriwayatkan oleh Ahmad dari Ibnu Abbas, datang pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang lelaki dan berkata:

“Saya berkewajiban qurban unta, sedang saya dalam keadaan sulit dan tidak mampu membelinya”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membeli tujuh ekor kambing kemudian disembelih”.

Hukum Menjual Bagian Qurban

Orang yang berqurban tidak boleh menjual sedikitpun hal-hal yang terkait dengan hewan qurban seperti, kulit, daging, susu dll dengan uang yang menyebabkan hilangnya manfaat barang tersebut. Jumhur ulama menyatakan hukumnya makruh mendekati haram, sesuai dengan hadits:

“Siapa yang menjual kulit hewan qurban, maka dia tidak berqurban” (HR Hakim dan Baihaqi).

Kecuali dihadiahkan kepada fakir-miskin, atau dimanfaatkan maka dibolehkan. Menurut mazhab Hanafi kulit hewan qurban boleh dijual dan uangnya disedekahkan. Kemudian uang tersebut dibelikan pada sesuatu yang bermanfaat bagi kebutuhan rumah tangga.


Lihat Juga:


Hukum Memberi Upah Tukang Jagal Qurban

Sesuatu yang dianggap makruh mendekati haram juga memberi upah tukang jagal dari hewan qurban. Sesuai dengan hadits dari Ali RA:

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk menjadi panitia qurban (unta) dan membagikan kulit dan dagingnya. Dan memerintahkan kepadaku untuk tidak memberi tukang jagal sedikitpun”. Ali berkata:” Kami memberi dari uang kami” (HR Bukhari).

Hukum Berqurban Atas Nama Orang yang Meninggal

Berqurban atas nama orang yang meninggal jika orang yang meninggal tersebut berwasiat atau wakaf, maka para ulama sepakat membolehkan. Jika dalam bentuk nadzar, maka ahli waris berkewajiban melaksanakannya. Tetapi jika tanpa wasiat dan keluarganya ingin melakukan dengan hartanya sendiri, maka menurut jumhur ulama seperti mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali membolehkannya.
Sesuai dengan apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menyembelih dua kambing yang pertama untuk dirinya dan yang kedua untuk orang yang belum berqurban dari umatnya. Orang yang belum berqurban berarti yang masih hidup dan yang sudah mati. Sedangkan mazhab Syafi’i tidak membolehkannya.

Kategori Penyembelihan

Amal yang terkait dengan penyembelihan dapat dikategorikan menjadi empat bagian. Pertama, hadyu; kedua, udhiyah sebagaimana diterangkan di atas; ketiga, aqiqah; keempat, penyembelihan biasa. Hadyu adalah binatang ternak yang disembelih di Tanah Haram di hari-hari Nahr karena melaksanakan haji Tamattu dan Qiran, atau meninggalkan di antara kewajiban atau melakukan hal-hal yang diharamkan, baik dalam haji atau umrah, atau hanya sekedar pendekatan diri kepada Allah Ta’ala sebagai ibadah sunnah.

Aqiqah adalah kambing yang disembelih terkait dengan kelahiran anak pada hari ketujuh sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah. Jika yang lahir lelaki disunnahkan 2 ekor dan jika perempuan satu ekor.

Sedangkan selain bentuk ibadah di atas, masuk ke dalam penyembelihan biasa untuk dimakan, disedekahkan atau untuk dijual, seperti seorang yang melakukan akad nikah. Kemudian dirayakan dengan walimah menyembelih kambing. Seorang yang sukses dalam pendidikan atau karirnya kemudian menyembelih binatang sebagai rasa syukur kepada Allah Ta’ala.

Jika terjadi penyembelihan binatang ternak dikaitkan dengan waktu tertentu, upacara tertentu dan keyakinan tertentu maka dapat digolongkan pada hal yang bid’ah, sebagaimana yang terjadi di beberapa daerah. Apalagi jika penyembelihan itu tujuannya untuk syetan atau Tuhan selain Allah maka ini adalah jelas-jelas sebuah bentuk kemusyrikan.

 

Penutup

Sesuatu yang perlu diperhatikan bagi umat Islam adalah bahwa berqurban (udhiyah), qurban (taqarrub) dan berkorban (tadhiyah), ketiganya memiliki titik persamaan dan perbedaan. Qurban (taqarrub), yaitu upaya seorang muslim melakukan pendekatan diri kepada Allah dengan amal ibadah baik yang diwajibkan maupun yang disunnahkan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah berfirman (dalam hadits Qudsi): ‘Siapa yang memerangi kekasih-Ku, niscaya aku telah umumkan perang padanya. Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri pada-Ku (taqarrub) dengan sesuatu yang paling Aku cintai, dengan sesuatu yang aku wajibkan. Dan jika hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan yang sunnah, maka Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya dimana ia mendengar, menjadi penglihatannya dimana ia melihat, tangannya dimana ia memukul dan kakinya, dimana ia berjalan. Jika ia meminta, niscaya Aku beri dan jika ia minta perlindungan, maka Aku lindungi’.” (HR Bukhari).

Berqurban (udhiyah) adalah salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah dengan mengorbankan sebagian kecil hartanya, untuk dibelikan binatang ternak. Menyembelih binatang tersebut dengan persyaratan yang sudah ditentukan. Sedangkan berkorban (tadhiyah) mempunyai arti yang lebih luas yaitu berkorban dengan harta, jiwa, pikiran dan apa saja untuk tegaknya Islam.

Dalam suasana di mana umat Islam di Indonesia sedang terkena musibah banjir, dan mereka banyak yang menjadi korban. Maka musibah ini harus menjadi pelajaran berarti bagi umat Islam. Apakah musibah ini disebabkan karena mereka menjauhi Allah Ta’ala dan menjauhi ajaran-Nya? Yang pasti, musibah ini harus lebih mendekatkan umat Islam kepada Allah (taqqarub ilallah). Melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Dan yang tidak tertimpa musibah banjir ini dituntut untuk memberikan kepeduliannya dengan cara berkorban dan memberikan bantuan kepada mereka yang terkena musibah. Dan di antara bentuk pendekatan diri kepada Allah dan bentuk pengorbanan kita dengan melakukan qurban penyembelihan sapi dan kambing pada hari Raya ‘Idul Adha dan Hari Tasyrik. Semoga Allah menerima qurban kita dan meringankan musibah ini, dan yang lebih penting lagi menyelamatkan kita dari api neraka. Aamiin ya Rabbal Alamin.



LIHAT JUGA:

Jangan Lupa juga untuk bergabung digroup:

WhatsApp #1 Klik disini

WhatsApp #2 Klik disini

Telegram #1 Klik disini

Mohon dengan IKHLAS untuk Klik LIKE, SHARE dan SUBSCRIBE Channel Youtube. Silahkan kunjungi KLIK DISINI


LIHAT JUGA:

Ketentuan-ketentuan dalam Qurban

Istilah udlhiyyah adalah nama untuk hewan qurban yang disembelih pada hari raya qurban (10 Dzulhijjah) dan hari-hari tasyriq, dengan tujuan untuk taqarrub (mendekatkan diri pada Allah). 

Kata udlhiyyah juga  terkadang digunakan untuk makna tadlhiyyah (berqurban atau melakukan qurban) Udlhiyyah dengan menggunakan makna tadlhiyyah (melakukan ibadah qurban) hukumnya adalah sunah muakkad bagi setiap orang Islam, baligh, berakal dan mampu. Yang dimaksud mampu di sini adalah orang yang mampu melakukan ibadah qurban, dengan cara menyembelih hewan, bersamaan ia memiliki suatu kelebihan untuk memenuhi kebutuhan hidup untuk dirinya dan orang yang wajib dinafkahinya, pada saat hari raya qurban  dan pada hari tasyrik, yaitu pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.<>


Namun berqurban hukumnya dapat  menjadi wajib apabila dinadzari. Misalnya jika seseorang berjanji akan berqurban jika ia berhasil mendapatkan prestasi tertentu. Adapun hewan yang mencukupi dan sah digunakan berqurban adalah: 1. Domba (dlo'nu), apabila sudah berumur satu tahun sempurna dan memasuki tahun yang kedua. 2. Kambing kacang/ jenis kecil (ma'zu), apabila sudah berumur dua tahun sempurna dan memasuki tahun yang ketiga. 3. Sapi, apabila sudah berumur dua tahun sempurna dan memasuki tahun yang ketiga.

Untuk satu ekor unta dan sapi itu mencukupi untuk qurbannya tujuh orang, sedangkan kambing itu hanya mencukupi untuk qurbannya satu orang. Satu orang yang berqurban dengan satu ekor kambing itu hukumnya lebih utama dibanding orang yang berqurban dengan seekor unta atau sapi yang digunakan berqurban secara musyarakah (persekutuan) untuk tujuh orang. Ada beberapa hal yang menyebabkan hewan tidak sah digunakan berqurban, yaitu:
1. Hewan yang buta salah satu matanya 2. Hewan yang pincang salah satu kakinya, walaupun pincangnya itu terjadi ketika akan disembelih, yaitu ketika dirubuhkan dan ia bergerak dengan sangat kuat. 3. Hewan yang sakit Seperti sakit yang tampak jelas yang menyebabkan kurus dan dagingnya rusak. 4. Hewan yang sangat kurus hingga menyebabkan hilang akalnya.
5. Hewan yang terputus sebagian atau seluruh telinganya. 6. Hewan yang terputus sebagian atau seluruh ekornya. Sedangkan hewan yang pecah atau patah tanduknya  itu sah digunakan berqurban, begitu pula hewan yang tidak memiliki tanduk. Hewan qurban itu diperbolehkan disembelih mulai kira-kira lewatnya waktu yang cukup untuk melakukan dua rakaat dan dua khutbah yang cepat terhitung dari terbitnya matahari pada saat hari idul adlha sampai terbenamnya matahari pada ahir hari tasyriq, yaitu tanggal 13 Dzulhijjah. Sedangkan waktu penyembelihan yang utama adalah ketika matahari kira-kira tingginya sudah ada satu tombak dalam pandangan mata pada saat hari raya Idul Adha. Ketentuan dalam Berqurban Orang yang berqurban diharuskan melakukan niat berqurban ketika menyembelih atau menta'yin (menentukan hewannya) sebelum disembelih Orang yang mewakilkan penyembelihan hewan qurban (muwakkil), maka sudah dianggap cukup niatnya, dan sudah tidak membutuhkan pada niatnya wakil (orang yang mewakili), bahkan apabila wakil itu tidak mengetahui bahwa muwakkil adalah orang yang berqurban itu juga dianggap cukup (sah). Diperbolehkan bagi orang yang berqurban untuk menyerahkan niatnya pada orang Islam yang telah terkategori tamyiz, baik ia statusnya sebagai wakil atau bukan. 1. Bagi orang laki-laki hewan qurban sunnah disembelih sendiri, karena itba' (mengikuti pada Nabi) 2. Bagi orang perempuan sunnah untuk diwakilkan, dan sunah baginya menyaksikan penyembelihan yang dilakukan oleh wakilnya Bila qurbannya sunnah, bukan qurban yang nadzar, maka diperbolehkan baginya; 1. Sunah baginya memakan daging qurban , satu, dua atau tiga suap, karena untuk tabarruk (mencari berkah) dengan udlhiyyahnya. 2. Diperbolehkan baginya memberi makan (ith'am) pada orang kaya yang Islam 3. Wajib baginya menshadaqahkan daging qurban. Yang paling afdhal adalah  menshadaqahkan seluruh daging qurban, kecuali yang ia makan untuk kesunahan. 4. Apabila orang yang berqurban mengumpulkan antara memakan, shadaqah dan menghadiahkan pada orang lain, maka disunahkan baginya agar tidak memakan di atas sepertiga, dan tidak shadaqah di bawah sepertiganya. 5. Menshadaqahkan 8 hewan qurban, atau membuatnya menjadi perabot dan dimanfaatkan untuk orang banyak, tidak diperbolehkan baginya untuk menjualnya atau menyewakannya. Melakukan Qurban untuk Orang Lain Tidak diperbolehkan bagi seseorang melakukan qurban untuk orang lain, tanpa mendapatkan izinnya, walaupun orangnya sudah mati. Hal ini akan menjadi boleh dan sah apabila mendapatkan izinnya, seperti permasalahan mayit yang telah berwasiat agar dilakukan qurban untuk dirinya, namun ada beberapa pengecualian yang tanpa memandang izinnya orang yang diqurbani, yaitu; 1. Qurban dari  wali (orang yang mengurus harta seseorang)  untuk orang yang tercegah tasharrufnya (hak untuk mengelola harta), seperti untuk orang gila yang ada dalam perwaliannya. 2. Qurban dari imam (pemimpin muslimm) untuk orang-orang Islam yang diambilkan dari Baitul Mal (kas Negara). 


Ketentuan dalam Menyembelih Hewan Qurban Proses penyembelihan hewan qurban didahului dengan: 1. Membaca basmalah 2. Membaca Shalawat pada Nabi 3. Menghadap ke arah kiblat (bagi hewan yang disembelih dan orang yang menyembelih) 4. Membaca takbir 3 kali bersama-sama 5. Berdoa agar qurbannya diterima oleh Allah, orang yang menyembelih mengucapkan;
Rukun penyembelihan itu ada 4, yaitu; 1. Dzabhu (pekerjaan menyembelih) 2. Dzabih (orang yang menyembelih) 3. Hewan yang disembelih 4. Alat menyembelih Syarat dalam pekerjaan menyembelih adalah memotong hulqum (jalan nafas) dan mari' (jalan makanan). Hal ini apabila hewannya maqdur (mampu disembelih dan dikendalikan) Kesunnahannya: a. Memotong wadajain (dua otot yang ada disamping kanan dan kiri) b. Menggunakan alat penyembelih yang tajam c. Membaca bismillah d. Membaca shalawat dan salam pada Nabi Muhammad. Karena menyembelih itu adalah tempat disyari'atkan untuk ingat pada Allah, maka juga disyari'atkan ingat pada Nabi Syarat orang yang menyembelih: a. Orang Islam / orang yang halal dinikahi orang Islam b. Bila hewannya ghoiru maqdur, maka disyaratkan orang yang menyembelih adalah orang yang bisa melihat. Dimakruhkan sembelihannya orang yang buta, anak yang belum tamyiz  dan orang yang mabuk. Syarat hewan yang disembelih: a. Hewannya termasuk hewan yang halal dimakan b. Masih memiliki hayatun mustaqirrah (kehidupan yang masih tetap), bukan gerakan di ambang kematian kematian. Syarat alat penyembelih: Yaitu berupa sesuatu yang tajam yang bisa melukai, selain tulang belulang. 
Kiai M. Sholihuddin Shofwan * Katib Syuriyah MWCNU Bareng Jombang, dan Ketua LTN-NU Jombang.

LIHAT JUGA:

Jangan Lupa juga untuk bergabung digroup:

WhatsApp #1 Klik disini

WhatsApp #2 Klik disini

Telegram #1 Klik disini

Mohon dengan IKHLAS untuk Klik LIKE, SHARE dan SUBSCRIBE Channel Youtube. Silahkan kunjungi KLIK DISINI


Sumber: https://islam.nu.or.id/ubudiyah/ketentuan-ketentuan-dalam-qurban-L3yMU

Bolehkah Menggabungkan Niat Kurban dan Akikah?

Akikah dan kurban adalah dua ibadah yang sama-sama menyembelih hewan. Keduanya sama-sama dihukumi sunah mu’akkadah (yang sangat dianjurkan) pelaksanaannya. Waktu pelaksanaan masing-masing juga jelas. Kurban pada hari raya Idul Adha dan tiga hari tasyrik, sedangkan akikah pada hari ketujuh, ke-14, dan ke-21 kelahiran.


Lantas, jika waktu akikah dan kurban bertepatan, apakah boleh pelaksanaannya sekaligus saja? Artinya, ada satu amalan dilakukan dengan dua niat, yaitu niat berkurban dan niat berakikah. Permasalahan juga timbul bagi mereka yang telah dewasa dan belum sempat diakikahkan oleh orang tuanya. Jika ia mempunyai kesanggupan, manakah yang lebih utama baginya, berkurban atau mengakikahkan dirinya terlebih dahulu? Atau, bisakah kedua-duanya digabung terlaksana sekaligus.

Lihat Juga:

Tentang permasalahan ini, ada perbedaan pendapat ulama. Ada yang mengatakan, jika waktu kurban bertepatan dengan waktu akikah, cukup melakukan satu jenis sembelihan saja, yaitu akikah.

Pendapat ini diyakini Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal (Mazhab Hanbali), Abu Hanifah (Mazhab Hanafi), dan beberapa ulama lain, seperti Hasan Basri, Ibnu Sirin, dan Qatadah.

Al-Hasan al-Bashri mengatakan, “Jika seorang anak ingin disyukuri dengan kurban, maka kurban tersebut bisa jadi satu dengan akikah.” Hisyam dan Ibnu Sirin mengatakan, “Tetap dianggap sah jika kurban digabungkan dengan akikah,” demikian seperti diterangkan dalam kitab Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah.

Mereka berdalil, beberapa ibadah bisa mencukupi ibadah lainnya seperti dalam kasus kur ban bisa mencukupi akikah atau sebaliknya. Sebagaimana seorang yang menyembelih dam ketika menunaikan haji tamattu’. Sembelihan tersebut ia niatkan juga untuk kurban, maka ia mendapatkan pahala dam dan pahala kurban. Demikian juga shalat Id yang jatuh pada hari Jumat, maka diperbolehkan tidak mengikuti shalat Jumat karena sudah menunaikan shalat Id pada paginya.

Lihat Juga:

Sementara dalam pandangan Mazhab Syafi’i, Ibn Hajar al-Haitami, salah seorang ulama mazhab Syafii pernah membahas persoalan ini. Dalam kitab kumpulan fatwanya, al-Fataawa al-Fiqhiyyah al-Kubra ia menyatakan:

وَسُئِلَ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى عن ذَبْحِ شَاةٍ أَيَّامَ الْأُضْحِيَّةِ بِنِيَّتِهَا وَنِيَّةِ الْعَقِيقَةِ فَهَلْ يَحْصُلَانِ أو لَا اُبْسُطُوا الْجَوَابَ فَأَجَابَ نَفَعَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِعُلُومِهِ بِقَوْلِهِ الذي دَلَّ عليه كَلَامُ الْأَصْحَابِ وَجَرَيْنَا عليه مُنْذُ سِنِينَ أَنَّهُ لَا تَدَاخُلَ في ذلك لِأَنَّ كُلًّا من الْأُضْحِيَّةِ وَالْعَقِيقَةِ سُنَّةٌ مَقْصُودَةٌ لِذَاتِهَا وَلَهَا سَبَبٌ يُخَالِفُ سَبَبَ الْأُخْرَى وَالْمَقْصُودُ منها غَيْرُ الْمَقْصُودِ من الْأُخْرَى إذْ الْأُضْحِيَّةُ فِدَاءٌ عن النَّفْسِ وَالْعَقِيقَةُ فِدَاءٌ عن الْوَلَدِ إذْ بها نُمُوُّهُ وَصَلَاحُهُ وَرَجَاءُ بِرِّهِ وَشَفَاعَتِهِ

“(Al-Imam Ibn Hajar al-Haytami) pernah ditanya tentang hukum menyembelih kambing pada hari-hari berkurban, dengan menggabungkan niat kurban dan akikah. Apakah keduanya menjadi sah atau tidak (dengan satu ekor kambing saja). Beliau – semoga Allah Swt. mencurahkan manfaat dengan ilmu-ilmunya – menyatakan bahwa yang dimaksud oleh para Ashhaab al-Syafi’i (ulama-ulama mazhab Syafi’i) dan yang kami lakukan sejak bertahun-tahun adalah keduanya tidak bisa digabungkan.

Karena, kurban dan akikah itu masing-masing adalah kesunahan yang niat dan penyebab dilakukannya masing-masing berbeda. Kurban tujuannya adalah penebusan untuk jiwa, sementara akikah itu “penebusan” untuk anak. Karena dengan tebusan untuk anak ini, diharapkan ia dapat tumbuh dengan baik serta mendapatkan kebaikan dan syafaat.” (al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra: 4/256 dan Tuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj)


Berdasarkan fatwa diatas, kurban dan akikah tidak bisa disatukan niatnya, karena tidak bisanya disatukan antara niat kurban dengan niat akikah. Perdebatan lahir dari perbedaan tentang bolehkah melakukan satu ibadah untuk dua tujuan (Tashriiku al-Niyyah fi al-‘Ibaadah).

Namun – masih menurut Ibn Hajar al-Haitami – ini dikarenakan satu ekor kambing hanya mewakili satu orang, dan tidak bisa melakukan dua ibadah sekaligus. Berbeda jika kita memotong satu ekor sapi, yang memang bisa mewakili 7 orang. 7 orang ini disebut sebagai tujuh niat, sehingga jika ada orang yang memotong seekor sapi dengan niat berkurban, akikah anak perempuan, dan 5 kafarat maka kurban dan akikah ini menjadi sah hukumnya.

Jika kondisi ekonomi memang menjadi alasan untuk melakukan kurban dan akikah secara bersamaan, maka sebaiknya orang tua mendahulukan akikah terlebih dahulu. Karena meskipun keduanya adalah ibadah sunah yang bertujuan mensyukuri karunia Allah, namun Islam tidak membebani penganutnya untuk melakukan hal yang diluar kemampuannya.


LIHAT JUGA:

Jangan Lupa juga untuk bergabung digroup:

WhatsApp #1 Klik disini

WhatsApp #2 Klik disini

Telegram #1 Klik disini

Mohon dengan IKHLAS untuk Klik LIKE, SHARE dan SUBSCRIBE Channel Youtube. Silahkan kunjungi KLIK DISINI



LIHAT JUGA:

Demikian Semoga Bermanfaat bagi kita semua. 

Silaturahmi Daerah – 1Kader Penggerak NU Se-Lampung Barat

Silaturahmi Daerah – 1Kader Penggerak NU Se-Lampung Barat Minggu 27 Oktober 2024 yayasanarraihanbelalau.blogspot.com - Kader Pen...